Langsung ke konten utama

Yayasan Sosial Kajang di Kepri Terbentuk


Kepedulian Terhadap Warga Suku Laut di Seluruh Kepri
LINGGA (HK)- Yayasan Sosial Kajang yang bergerak dalam bidang kepedulian sosial masyarakat, khususnya warga suku laut Kepulauan Riau (Kepri) telah  terbentuk. Hal itu ditandai dengan penandatanganan akta notaris sebagai kesepakatan bersama, dengan para pendiri, pengawas, ketua, serta pengurus yayasan, Selasa (8/2) pagi, di Kantor Notaris Agny Yuanita Tambunan dan Partner, Nagoya.
Ketua dan Pendiri Yayasan Kajang, Lensi alias Densi Diaz mengatakan, lembaga sosial kemasyarakatan ini diberikan nama Yayasan Kajang. Kajang diambil dari nama sebuah alat pelindung melaut bagi orang suku laut di Kepri dari sejak dulu kala.

"Arti Kajang ini adalah, atap yang terbuat dari daun pohon sagu, yang kemudian itu dianyam dan dipasangkan di atas setiap perahu warga Suku Laut, sebagai tempat  tinggal dan berlindung dari terpaan hujan, panas, dan angin kencang," ucap Densy Diaz, Selasa (8/2) di Kantor Notaris Agny Yuanita Tambunan dan Partner, Nagoya.

Kata Densy, sebetulnya keberadaan Yayasan Kajang tersebut berawal dari sebuah komunitas warga terkait kepedulian terhadap kehidupan masyarakat yang terpencil di pulau-pulau. Khususnya, bagi masyarakat  suku laut.

"Sudah sejak dulu, masyarakat orang suku laut hidup terpencil dari keramaian. Mereka itu tinggal di atas perahu dipermukaan laut Kepri. Sehingga kebanyakan dari anak-anak suku laut dan masyarakatnya itu buta huruf. Sebab, mereka tidak mendapatkan pendidikan yang layak, dan perhatian yang serius oleh pemerintah," katanya.

Jika cuaca alam buruk, ungkap guru Paud ini, serta gelombang besar, barulah mereka naik kedaratan, dengan berlindung di pulau-pulau bersama keluarga mereka.

"Semua aktifitas orang suku laut, ya diatas lautan itu. Sehingga untuk bertahan hidup, mereka hidup dengan apa adanya.Dampaknya, mereka akan hidup dalam kemiskinan, keterbelakangan dan kurang berpendidikan," ungkap wanita berasal dari Lingga ini.

"Setelah saya tau, sejak saat itulah, saya mulai simpati atas keadaan warga Suku Laut, serta bertekad untuk membantu mereka. Terutamanya, terhadap anak-anak dan remaja yang seharusnya itu sedang mengikuti bangku pendidikan di sekolah," paparnya.

Di awal tahun 2014 silam, kenang Densy, dia mulai mengajak beberapa teman untuk mendatangi Warga Suku Laut di pulau-pulau. Hal ini agar menjalin sebuah komunikasi yang rutin. "Kemudian kita membentuk sebuah komunitas agar bisa memberikan sebuah perhatian dalam hal pendidikan dan kepedulian sosial lainnya," ungkap Densy lagi.

Meskipun dengan kondisi yang terbatas, ucap Densy, mereka telah berupaya terus berjalan dengan baik, hingga sekarang ini.

Sekretaris Yayasan Kajang Kepri, Devi Adam, didampingi Bendahara, Anwar dan Wakil Bendahara, Hanni Theresia Langitan mengungkapkan, setelah 4 tahun berjalan, barulah komunitas peduli Suku Laut mendapat sedikit perhatian dari pemerintah.

"Kami diberikan sebuah sarana pompong agar dapat mendatangi warga suku laut itu di pulau-pulau. Sedangkan untuk bahan bakar minyak, kami kumpulkan secara bersama, tidak disediakan pemerintah," kata Devi Adam.

Adapun yang sudah mereka lakukan ialah, sebut Adam, yaitu memberikan mereka pendidikan, membaca, tentang kesehatan, informasi dan kebutuhan pakaian. "Meskipun buku serta pakaian itu, bekas hasil sumbangan warga, tapi bagi mereka sangat besar manfaatnya. Sehingga, anak-anak bisa belajar menulis dan membaca," sebut Adam.

Pembina Yayasan Kajang, Prof Dr Firdaus LN, Msi didampingi Pengawas, Rudy Susanto menambahkan, berdirinya Yayasan Kajang ini lantaran adanya kepedulian maupun kecintaan kepada masyarakat, dan generasi bangsa.

"Motto Yayasan Kajang adalah, "Our Sea, Our Life" (Laut Kita, Kehidupan Kita). Sedangkan visi dan misi, menjadikan yayasan ini sebagai sarana terdepan dan terpercaya, sehingga bisa memperjuangkan harkat serta martabat atas keberadaan masyarakat Suku Laut di Kepri ini," kata Rudy Susanto.

Warga Suku Laut ini adalah ungkap Rudy, salah satu dari penduduk asli di Kepri. Tapi, mereka belum mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah. "Hal ini, lantaran mereka itu hidup dan tinggal di pesisir pulau terpencil yang jauh," kata Rudy.

Namun, ungkapnya, meskipun demikian tentu harus ada sebuah upaya, agar mereka itu bisa mendapatkan hak atas keberadaan mereka itu sebagai anak bangsa ini.

"Meskipun mereka hidup terpencil, dan kadang tinggal berpindah-pindah, seharusnya tetap ada satu perhatian serius dari pemerintah daerah, agar menjadi pengharapan bagi Warga Suku Laut, Terutama untuk di generasi yang akan datang. Sehingga mereka itu bisa hidup dengan wajar, hidup yang tak keterbelakangan, maupun buta akan pendidikan," sebut Rudy.

Untuk inilah yang menjadi alasan utama mereka mendirikan Yayasan Kajang ini agar dapat membantu pemerintah di dalam mengentaskan kemiskinan hidup Warga Suku Laut, yang tersebar diseluruh Wilayah Kepri ini.

"Yakni, dengan peningkatan program ekonomi, peningkatan sistim pendidikan, maupun sosial budaya daerah. Kita berharap, semoga dengan berdirinya Yayasan Kajang mendapatkan perhatian, serta dukungan dari semua pihak. Kami ini bisa berbuat lebih untuk masyarakat orang Suku Laut, khususnya  di bidang pendidikan, perekonomian, kesehatan, maupun sosial budaya. (Jefri).

https://www.haluankepri.com/news/detail/110068/yayasan-sosial-kajang-di-kepri-terbentuk

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Orang Suku Laut?

Orang  Suku   Laut   adalah   masyarakat   asli   melayu  yang  sudah   hidup   berpindah-pindah   mengarungi   laut    semenjak   abad  ke  16 (Chou, 2010). Di Indonesia,  Orang  Suku   Laut   tersebar  di  pesisir   timur   Pulau   Sumatera dan   kepulauan  Riau  dengan  sebutan   beraneka   ragam   seperti   suku  sampan,  suku   duano ,  dll .  Di  Kepulauan  Riau,  mayoritas   Orang  Suku   Laut   tersebar  di  Kabupaten   Lingga    sebanyak  30  kelompok   (Ariando and  Limjirakan , 2019).  Kelompok   ini   terdiri   dari   kelompok  yang  masih   hidup   berpindah-pindah , semi  menetap,  dan   kelompok  yang...

Galeri Orang Suku Laut Kabupaten Lingga

Traditional ecological knowledge of indigenous peoples on climate change adaptation: a case study of sea nomads "Orang Suku Laut", Lingga regency, Riau islands province, Indonesia

Traditional ecological knowledge of indigenous peoples on climate change adaptation: a case study of sea nomads "Orang Suku Laut", Lingga regency, Riau islands province, Indonesia